Selasa, 28 Desember 2010
Kalah 0-3 Bukan Kiamat Tapi Surga untuk Team GARUDA
Ditumbangkan Malaysia 0-3 di laga pertama final Piala AFF Suzuki 2010 menjadi pelajaran penting untuk Timnas Indonesia dan suporter merah putih. Semua penampilan gemilang sejak babak penyisihan Grup A hingga Semifinal akan sirna jika kita semua terlena dan takabur.
Tapi kalah 0-3 bukanlah kiamat. Timnas Indonesia masih memiliki peluang bagus saat memainkan laga final kedua di Stadion Gelora Bung Karno, Rabu (29/12) malam. Kita masih punya 90 menit plus tambahan waktu 2X15 menit jika mampu memimpin 3-0.
Belum lagi dukungan 80 ribu hingga 90 ribu suporter fanatik di Stadion GBK. Suporter yang lebih kreatif dari pendukung Malaysia, suporter yang lebih heboh dan suporter yang merah menyala. Belum lagi efek suara gemuruh dari Stadion Gelora Bung Karno yang bisa membuat pemain kita bermain kesetanan.
Dan ingat, anggap saja kita tertinggal 0-3, bukan kalah!
Untuk membantu membangkitkan semangat ada baiknya kita menoleh sedikit ke belakang di benua biru Eropa. Partai Final Liga Champions tahun 2005 antara AC Milan vs Liverpool menjadi rujukannya.
Pertandingan yang digelar di Stadion Ataturk Istanbul, Turki pada 25 Mei 2005 silam benar-benar menyuguhkan pertandingan dramatis dan heroik. Milan unggul lebih dulu 3-0 melalui sontekan Paolo Maldini dan dua gol Hernan Crespo.
Tapi Liverpool yang ketika itu diasuh Rafael Benitez benar-benar menunjukkan karakter juara. The Reds mampu menyamakan kedudukan 3-3 lewat gol Steven Gerrard, Vladimir Smicer dan Xabi Alonso.
Hingga akhirnya anak-anak the Anfield Gank menjadi juara Liga Champions 2005 setelah menang adu penalti dengan skor 3-2. Hebat!
Memang Timnas Indonesia bukan Liverpool. Tapi setidaknya kita bisa mencermati dan mencontoh semangat juang Gerrard cs bagaimana mereka tanpa henti terus berjuang, berlari tanpa henti, kompak sebagai tim dan penuh semangat mengejar ketertinggalan selama pertandingan berlangsung.
Pelatih Rafa Benitez juga menunjukkan kalau ia bisa terus mendampingi anak asuhnya di pinggir lapangan dengan terus memompa semangat dan menerapkan strategi yang jitu.
Padahal Liverpool melakukan itu semua dalam waktu 15 menit saja!
Sedangkan kita punya 90 menit dan bermain di stadion yang legendaris.
Menonton kembali rekaman partai final Liga Champions 2005 bisa menjadi salah satu resep Alfred Riedl membangkitkan gairah anak-anak asuhannya. Inspirasi bisa datang dari mana saja.
Untungnya Riedl tidak ingin menyalahkan siapa-siapa usai dikalahkan Malaysia. Ia lebih realistis dengan peluang tim asuhannya sembari berjanji melakukan banyak perbaikan.
Terbang tinggi Garudaku!
Langganan:
Postingan (Atom)